Jika melihat fakta ini sungguh miris memang, ketahanan pangan negara Indonesia yang dulu dikenal sebagai negara agraris sekarang menjadi sangat rentan. Tapi sudahlah, tidak perlu terus menyalahkan pemerintah yang sering dianggap tidak mampu mengurus negara ini. Sebaliknya, mari kita berbuat dan menjadi bagian dari solusi permasalahan bangsa, bukan malah menambah beban, kasihan para pemimpin di negeri ini sudah banyak tertekan oleh banyak pihak.
Apa yang bisa kita lakukan? Sebagai umat Islam mari kita membuka kitab Allah dan membacanya sebagai petunjuk. Dalam lintasan sejarah, kaum muslimin pernah berdaulat secara ekonomi. Mereka tidak hanya mampu mandiri dalam ketahanan pangan, tetapi juga berdaulat. Mereka mampu memenuhi kebutuhan pangan untuk negeri-negeri sekitar. Jika kita membaca surat Yusuf dalam Al-Quran, tentu kita memahami bahwa kedaulatan pangan itu dicapai karena mengikuti petunjuk Allah.
Lalu bagaimana dengan kita, umat Islam akhir zaman? di mana kedaulatan pangan tidak saja kita miliki, bahkan kita pun terancam mengkonsumsi makanan yang tidak halalan dan tidak Thoyyiban. Padahal,, mengkonsumsi makanan halal dan thoyyib merupakan perintah Allah.
[Qs.5:88] dan makanlah yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.
Sebagai umat akhir zaman, kita diperintahkan untuk senantiasa membaca surat Al-Kahfi setiap hari jumat untuk mendapatkan pelajaran bagaimana seharusnya bersikap menghadapi kondisi akhir zaman di mana sistem moneter sudah menjadi rusak dengan praktek riba yang meluas dan pangan pun tercemari. Kita sebagai konsumen menjadi khawatir dan penuh prasangka kepada setiap produk olahan.
[Qs.18:19] Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada disini? mereka menjawab: Kita berada di sini sehari atau setengah hari. Berkata yang lain lagi: Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada di sini. Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.
Saya mencatat dua point dari ayat tersebut:
- Uang perak sebagai alat pembayaran (Dinar Dirham)
- Membeli makanan yang baik (halal dan thayyib)
Untuk melaksanakan point 1 kita tidak berdaya. Pemerintah mengatur tentang penggunaan alat pembayaran yang sah di negeri ini. Sebagai warga negara yang taat kita tidak bisa menentang aturan pemerintah. Sedangkan point 2, kita mampu melaksanakannya dan pemerintah memberi kebebasan kepada warga negaranya untuk melakukan transaksi jual beli yang sah berdasarkan undang-undang. Kita mampu memilih untuk membeli makanan yang halal dan thayyib. Dan kita pun mampu untuk menyediakan sendiri makanan halal dan thayyib yang kita butuhkan.
Untuk itu, kami menawarkan bisnis pertanian dan peternakan terpadu biar riba raib dengan skema patungan. Analisa usahanya dapat dilihat di sini.
No comments:
Post a Comment