Menarik membaca ayat ini, melihat
relasi antar masjid dan pasar.
[Qs.62:9] Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Tampaknya,
keberadaan masjid tidak jauh dari pasar. Dan orang-orang beriman itu bersemangat sekali beraktivitas di pasar, namun begitu ada panggilan shalat mereka pun bersegera ke masjid.
[Qs.62:10] Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Orang - orang beriman sibuk sekali dengan dua tempat ini,
dari pasar ke masjid dan dari masjid ke pasar.
Menyeimbangkan aktivitas antara masjid dan pasar, supaya beruntung sebagai pelaku ekonomi. Perhatikan kata tuflihuun, berasal dari kata Fa-La-Ha, mengingatkan kita pada pembahasan lalu tentang profesi
"Petani yang menanam benih." Petani yang beruntung.
Korelasi lainnya, dapat kita jumpai dalam ayat ini,
antara sujud dan suuq. Secara harfiah sujud adalah aktivitas utama yang kita lakukan di dalam masjid. Sedangkan suuq padanan kata dalam bahasa Indonesia adalah pasar.
[Qs.48:29] Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.
Itu ayat terakhir dari surat
Al-Fath yang artinya kemenangan. Di ayat yang mengandung kata sujud dan suuq itu menggambarkan kemenangan yang di raih kaum muslimin.
Indikator kemenangannya adalah:
menyenangkan hati para penanamnya
dan
menjengkelkan hati orang-orang kafir.
Perhatikan kata-kata yang digunakan ayat tersebut: bertunas, tegak lurus di atas pokoknya, para penanam. Apa maksud dari pilihan kata-kata itu ? Nah biar nyambung, buka lagi pembahasan lalu tentang
Habbah dan Jannah.
Kemenangan itu dicapai dengan cara:
- Berjamaah. Muhammad tidak sendiri, tapi bersama para sahabatnya.
- Sujud di Masjid, dan tampak bekas-bekas sujud pada sifat dan sikap, yaitu berkasih sayang sesama mereka. Mereka di sini adalah para pelaku ekonomi yang beriman, yaitu: Pedagang, Produsen, Pekerja, dan Konsumen. Kalau hanya bekas sujud secara fisik di kening, orang yang bersujud pada matahari pun bisa memiliki bekas sujud itu. Tapi ini adalah bekas sujud yang tampak pada pembawaan sikap dan sifat.
- Tegak lurus di atas pokoknya (ala suuqi hi). Suuq berarti pasar. Dalam ayat itu diartikan pokok/batang. Itu perumpamaan. Mereka komitmen dan konsisten membangun pasar sendiri yang hasilnya menyenangkan para pelakunya.
- Dan menjengkelkan para pelaku ekonomi di pasar riba. Lalu pasar orang-orang kafir itu tumbang. Seperti tumbangnya Pasar Bani Qainuqa milik Yahudi di Madinah dan tumbuhnya pasar Islam yang dibangun oleh Rasulullah saw beserta kaum Muslimin setelah periode hijrah ke Madinah.
Perhatikan point 3 dan 4, itu artinya apa? Dalam sejarah,
orang-orang beriman tidak memasuki pasar orang-orang kafir, tapi membangun pasar sendiri. Itu artinya apa? Membangun sistem ekonomi sendiri. tidak ada sintesa, yang ada hanya dua yaitu tesis dan antitesis. Sistem Ekonomi Riba VS Sistem Ekonomi Bertauhid. Coba bandingkan dengan masa kini, Perbankan syariah menginduk kepada perbankan konvensional. Sangat lah jauh dari sunnah.
Saya membaca buku The Return of Dinar Dirham, di sana terdapat catatan sejarah bahwa Khalifah Umar bin Khaththab memberi perhatian besar terhadap masjid dan pasar sehingga perencanaan keduanya nampak dalam setiap pembangunan kota. Umar memerintahkan agar di setiap kota dibangun masjid dan pasar.
Ini sebuah potret masjid di Jakarta yang tidak mendukung kegiatan ekonomi umat.
Masjid sebagai pusat aktivitas peribadatan dan keilmuan sedangkan pasar sebagai pusat perdagangan.
Diriwayatkan ketika Amr bin Ash mengirimkan surat kepada Umar untuk memberitahukan rencana membangun rumah untuk khalifah, maka Umar menulis surat kepadanya agar tempat tersebut dijadikan pasar bagi kaum Muslimin.
Bagaimana dengan kondisi Masjid dan Pasar hari ini ?
Mengenaskan. Kondisi keduanya suram. Sangat menyedihkan bila mendengar pengumuman saldo kas masjid yang sampai puluhan juta sementara ekonomi kaum Muslimin di sekitarnya masih terpuruk, riba semakin erat menjerat dan mematikan. Kondisi pasar lebih parah lagi. Praktek maysir, gharar, dan riba lazim dipraktekkan. Pasar hari ini menjadi tempat yang sangat layak dijauhi. Lalu bagaimana kita bisa teriak soal kebangkitan Islam jika 2 indikator kemenangan yang disuratkan dalam Qs.48:29 tidak dimiliki. Bahkan kondisinya terbalik, orang-orang kafir senang dengan sistem ekonominya sementara kita dibuat jengkel, gundah gulana.
MEMAKMURKAN MASJID DENGAN PARADIGMA
MEMBERI
Minta lagi, minta lagi itulah gambaran
riel masjid kita hari ini .... minta2 pada jamaah seakan-akan telah menjadi hal yang
biasa dilakukan bagi kebanyakan masjid kita saat ini .......
Mau mensubsidi ustadz TPQ yg tak seberapa
minta2 jamaah, Mau renovasi kamar mandi minta2 jamaah,
Menyiapkan kebutuhan ramadhan minta2 jamaah ......
Minta2 telah menjadi kultur kebanyakan
masjid kita hari ini. Mungkin jika tidak ada dana masih bisa kita maklumi,
tapi kenyataan yg ada justru dana masjid kadang melimpah
....... hanya saja dana yg banyak itu disimpan di bank.......
Padahal ketika dana masuk ke
bank maka akan berlaku ketentuan yg ada di bank
....siapa yg mau memanfaatkan harus menggunakan mekanisme bank.... Oh apakah masjid
telah berperan menguatkan lembaga riba????
Kenyataan tangan di
atas lebih baik dari tangan di bawah seharusnya diterapkan pula untuk masjid
kita hari ini .......
Paradigma memakmurkan masjid
dgn meminta telah membawa dampak tidak produktifnya masjid
dalam mencari sumber dana potensial sebab masjid hanya bergantung pada pemberian .....
Apa yg diberikan masjid pada umat hakekatnya tidak hilang tapi dia berganti dengan kecintaan umat terhadap masjidnya
......
Bagaimana dgn masjid anda ? Masih suka
minta2 atau sdh senang memberi ??
KINI SAATNYA MASJID BERUBAH
RibaCrisis Center mengundang para aktivis masjid untuk berjuang bersama membangun ekonomi berbasis masjid, silakan bergabung bersama Riba Crisis Center
Solusi ?
Kembali hidupkan jamaah baik di Masjid ataupun di Pasar.
Kembali hidupkan sunnah baik di Masjid ataupun di Pasar.
Eksistensi Masjid dan Pasar perlu saling dukung mendukung. Darimana memulainya? sesuai dengan teori bisnis yang tidak akan merugi Qs.35:29 kita harus mulai dari Masjid.
Studi Kasus
Masjid Sebagai Pusat Peradaban ? Belajar lah ke Jogokariyan
Sumber:
Bimas Islam
Nama Masjid ini tidak terdengar Islami, tapi pengurus Masjid mengklaim justru menamakann Masjid dengan nama daerah lebih sesuai dengan Sunnah Nabi. Masjid Jogokariyan namanya. Arsitekturalnya sederhana, tidak se 'wah' masjid megah nan berlapis emas dengan arsitektur memukau. Pun tak sebesar Masjid lain di perkotaan yang dihiasi ornamen-ornamen memikat. Masjid Jogokariyan memang hanya Masjid kampung yang sederhana dengan dua lantai, tapi
soal manajemen dan kemakmurann rumah ibadah umat Islam, Masjid yang berlokasi di jalan Jogokariyan 36 Yogyakarta ini boleh dijadikan sebagai tempat studi banding. Bayangkan, jamaah subuh di Masjid ini separuh dari Jamaah Jumat! Ramai sekali!
Masjid Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat
Di saat banyak Masjid yang sangat bergantung pada sumbangan warga di sekitarnya, Masjid Jogokariyan merupakan satu dari sedikit Masjid yang tidak bergantung pada infaq dan shadaqah masyarakat. Bahkan, dengan manajemen yang profesional, keberadaan Masjid Jogokariyan justru membantu kehidupan ekonomi warga sekitar. Masjid Jogokariyan mampu menjadikan ekonomi berbasis Masjid sebagai penggerak ekonomi masyarakat. Prinsipnya,
"Jika pasar mengalahkan Masjid, maka Masjid akan mati. Jika Masjid mengalahkan pasar, maka pasar akan hidup."
Uang Terus Beredar, Tidak Mengendap Dalam Kas
Manajemen keuangan Masjid yang berjarak sekitar 30 menit dari kampus Universitas Gajah Mada menuju Parangtritis ini memang cukup unik. Saat tak sedikit pengurus Masjid yang mengumumkan saldo infaq bernilai jutaan rupiah,
Masjid Jogokariyan justru selalu berupaya agar pada setiap pengumuman, saldo infaq hanya setara nol rupiah. Alasannya sederhana, saldo yang sangat besar akan menyakiti saat ada sebagian warga yang sakit namun tak bisa ke rumah sakit karena tak punya biaya, atau ada warga tak berpunya yang tidak bisa bersekolah, dan sebagainya.
Gerakan Jamaah Mandiri
Awalnya, di tahun 2005 Masjid Jogokariyan mulai menginisiasi Gerakan Jamaah Mandiri. Jumlah biaya operasional Masjid dihitung untuk satu tahun, kemudian dibagi 52 minggu. Angka ini kemudian dibagi lagi dengan kapasitas Masjid, maka didapatilah biaya per-tempat shalat. Angka terakhir ini kemudian disampaikan kepada para Jamaah.
Dari Jamaah, Oleh Jamaah, Untuk Jamaah
Ternyata, kebutuhan operasional Masjid akan tertutupi jika setiap jamaah mengeluarkan infaq senilai Rp 1.500,- setiap Jumat. DKM mengumumkan jika jamaah bersedekah Rp 1.500,- itu artinya ibadah mereka tidak disubsidi oleh DKM. Tapi jika kurang dari Rp 1.500,- itu sama artinya jamaah disubsidi oleh Masjid. Gerakan Jamaah Mandiri ini berhasil menaikkan penerimaan infaq Masjid hingga 400 persen. Pelaporan akuntabilitas keuangan Masjid yang transparan menjadikan jamaah tak sungkan berinfaq lebih dari Rp 1.500,-
Hidup Dari Margin
Penerimaan dana itu tidak lantas digunakan untuk pembangunan Masjid, melainkan disalurkan melalui pengelolaan bisnis., Keuntungan bisnis tersebutlah yang pada akhirnya memberikan penghasilan bagi kemakmuran Masjid dan Masyarakat sekitar Jogokariyan. Misalnya program umroh untuk empat jamaah yang paling rajin shalat berjamaah di Masjid tersebut.
Memberikan Edukasi. Membeli Daya Beli
Yang cukup menarik adalah, pengurus Masjid
membagikan surat undangan dengan bentuk yang benar-benar persis seperti undangan pernikahan,
berisi ajakan untuk mendirikan shalat shubuh di Masjid kepada setiap masyarakat di Jogokariyan. Undangan shubuh ini dilanjutkan dengan program-program lain
seperti kuliah shubuh, hingga program sarapan gratis bagi jamaah yang shalat shubuh dan langsung menlanjutkan aktivitas di Masjid hingga tiba jam berangkat ke kantor.
Sedangkan bagi anak-anak, DKM
menyediakan uang jajan bagi anak-anak yang sjhalat shubuh berjamaah dan melanjutkan aktivitas di Masjid sampai jam berangkat sekolah tiba. Program ini disambut antusias oleh masyarakat Jogokariyan, sehingga jumlah jamaah shalat shubuh di Masjid ini sangat ramai, Mencapai setengah dari jamaah shalat Jumat.
Pemetaan Jamaah. Mensinergikan Potensi Jamaah
Dalam melakukan pelayanan dakwah keoada masyarakat, DKM Masjid Jogokariyan melakukan
pemetaan yang detail sehingga mengetahui potensi dan kebutuhan, peluang dan tantangan, kekuatan dan kelemahan sebagai acuan dalam melakukan pembinaan keagamaan kepada masyarakat. DKM Jogokariyan melakukan "Sensus Masjid" sebagai data tahunan yang kemudian dikemas dalam bentuk data base bagi dakwah berbasis masjid.
Data base ini tidak hanya mencakup nama kepala keluarga dan warga, pendidikan, pendapatan, dan lainnya, tetapi sampai pada siapa saja di antara warga yang shalat dan yang belum, yang terbiasa berjamaah di Masjid dan yang tidak, yang sudah berkurban dan membayar zakat di Baitul Maal Masjid Jogokariyan, yang aktif mengikuti kegiatan di Masjid dan belum, nama instansi tempat bekerja, dan seterusnya. Data ini dibuat sangat detail sehingga DKM Jogokariyan mengetahui bahwa dari 1030 KK atau setara dengan 4000-an penduduk, yang belum shalat sebanyak sekian orang. Data ini diperbarui setiap tahun sehingga
DKM dapat mengetahui tren perkembangan dakwah pertahun. Misalnya, pada 2010, jumlah warga yang tidak shalat sebanyak 17 orang, padahal pada tahun 2000 warga Jogokariyan yang belum shalat ada 127 orang. Dari sini, perkembangan dakwah selama 10 tahun dapat dilihat.
Data base yang diformulasikan dalam peta dakwah Jogokariyan itu dibuat dengan menggunakan simbol-simbol. Gambar4 sejumlah blok di perkampungan yang rumah-rumahnya digambarkan dalam beragam warna menunjukkan tingkat keakraban kampung tersebut dengan indikator-indikator Islam: hijau, hijau muda, kuning, dan seterusnya hingga merah. Juga simbol-simbol lain yang menggambarkan detail indikator syariah pada setiap rumah dalam sebuah 'peta dakwah'.
Menggiatkan Produktivitas Jamaah
Dari hasil sensus itu, segala kebutuhan kegiatan di Masjid Jogokariyan juga bisa dipesan dari Jamaah. DKM Masjid Jogokariyan juga berkomitmen tidak membuat unit usaha agar tak bersinggungan dengan jamaah yang memiliki bisnis serupa.
Kaderisasi
Dalam hal pembinaan terhadap generasi muda, program yang tidak terlewatkan adalah membangun karakter pemuda-pemudi yang tumbuh besar mencintai Masjid. Remaja Masjid Jogokariyan (RMJ) adalah satu organisasi remaja Muslim yang bernaung di bawah DKM Jogokariyan. RMJ ini memiliki banyak alaumni dengan data yang tersusun rapi. Mereka tergabung dalam ikatan alumni Masjid Jogokariyan. Kegiatan yang dilakukan oleh remaja Masjid Jogokariyan ini cukup intensif dan terorganisir dengan baik, termasuk keberhasilan mereka mendatangkan pembicara-pembicara mulai dari tingkat lokal hingga tingkat nasional.